SDN 037 Karya Indah Kampar, Revitalisasi Sekolah Beraroma Penyimpangan! Diduga RT dan Anak Kuasai Proyek Miliaran

Program Revitalisasi SD Negeri 037 Karya Indah, Tapung dengan nilai Rp2,651 miliar dari Kemendikdasmen RI Tahun Anggaran 2025 kini menjadi sorotan tajam.
Proyek yang seharusnya mempercantik wajah pendidikan justru memperlihatkan potret buram pelaksanaan swakelola yang diduga sarat penyimpangan.
Fakta di lapangan mencengangkan.
Kayu kusen, jendela, bahkan kuda-kuda atap menggunakan bahan bekas dan daur ulang dari bangunan lama.
Tim investigasi mendapati pengakuan langsung dari Ustadz Jafar, Ketua RT setempat yang disebut-sebut juga menjadi Ketua P2SP (Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan) proyek tersebut.
Namun ironisnya — Ustadz Jafar sendiri tidak mengakui dirinya sebagai ketua P2SP.
Ia beralasan hanya menjalankan tanggung jawab sebagai RT yang sekadar melihat absensi warganya yang bekerja di proyek.
Saat ditanya soal peraturan P2SP, ia mengaku tidak memahami sama sekali mekanisme, standar mutu, ataupun tanggung jawab hukum dari jabatan tersebut.
Lebih mengejutkan lagi, anaknya, Luluk Maftuhah, seorang guru PNS di SDN 037, justru membenarkan bahwa ayahnya memang Ketua P2SP, meskipun ia sendiri tidak tahu apa itu P2SP.
Pengakuan ini memperkuat dugaan bahwa proyek miliaran rupiah tersebut dikelola tanpa kompetensi teknis dan tanpa pemahaman hukum yang memadai — ibarat “orang tanpa SIM yang menabrak orang di jalan.”
Ketidaktahuan tidak bisa menjadi alasan pembenar, sebab setiap pejabat atau pelaksana program tetap bertanggung jawab secara hukum atas kerugian negara yang ditimbulkan.
Ustadz Jafar dengan santai membenarkan bahwa kayu bekas digunakan kembali untuk kusen pintu, jendela, hingga rangka atap, dengan alasan “masih bisa dimanfaatkan.”
Padahal, aturan teknis pembangunan gedung negara melarang keras penggunaan material bekas karena menurunkan kualitas dan daya tahan bangunan.
Menurut Peraturan Menteri PUPR Nomor 22 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Bangunan Gedung Negara:
> “Setiap bangunan negara wajib menggunakan bahan bangunan baru yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), demi menjamin keamanan, kekuatan, dan ketahanan jangka panjang.”
Penggunaan bahan bekas dalam proyek revitalisasi sekolah bukan hanya melanggar spesifikasi teknis, tetapi juga berpotensi merugikan keuangan negara karena nilai pembelian material baru tetap dicairkan penuh.
Saat penelusuran tim media di kediaman RT Ustadz Jafar, ditemukan tumpukan seng bekas yang diduga kuat merupakan material sisa dari bangunan SDN 037 Karya Indah.
Tumpukan seng tersebut terlihat jelas berada di pekarangan rumah RT, menguatkan dugaan adanya pemanfaatan atau pemindahan material proyek ke tempat pribadi.
Bahkan menurut informasi warga sekitar, Ustadz Jafar sempat dilaporkan oleh masyarakat terkait aktivitasnya sebagai penghulu atau pelaku “nikah sirih” tanpa legalitas sah, yang disebut-sebut pernah dipanggil oleh pihak Kementerian Agama Provinsi Riau.
Catatan tersebut memperkuat kesan bahwa figur yang dipercaya mengawasi proyek miliaran rupiah tidak memiliki rekam jejak integritas maupun kompetensi administratif yang memadai.
P2SP sejatinya adalah struktur penting dalam pengelolaan dana revitalisasi sekolah.
Namun di SDN 037 Karya Indah, jabatan itu justru diisi oleh seorang RT tanpa latar belakang teknis konstruksi.
Padahal menurut Peraturan Direktorat Sekolah Dasar Nomor 14317/C3/KPA/IV/SK/2025,
P2SP wajib melibatkan tenaga ahli, konsultan teknis, dan pengawas profesional yang memahami spesifikasi bangunan.
Ketika posisi strategis diisi oleh pihak nonkompeten, proyek berpotensi menjadi “revitalisasi abal-abal” yang hanya memperindah laporan tanpa memperkuat struktur dan kualitas bangunan.
Kepala SDN 037 Karya Indah selaku penanggung jawab utama proyek tidak pernah berada di tempat dan sulit dihubungi oleh tim media.
Saat tim mencoba konfirmasi ke rumah RT Ustadz Jafar, justru Luluk Maftuhah, anaknya sekaligus guru di sekolah tersebut, bersikap arogan dan menantang wartawan untuk direkam.
Sikap ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang tengah disembunyikan dari publik.
Berdasarkan Siaran Pers resmi Dirjen PAUD Dikdasmen, Gogot Suharwoto, tertanggal 16 Agustus 2025,
Kementerian Pendidikan menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi praktik kecurangan dan penyimpangan dana revitalisasi sekolah.
Seluruh penggunaan dana harus transparan, dapat dipertanggungjawabkan, dan memenuhi standar mutu nasional.
Kemendikdasmen juga membuka kanal resmi pelaporan publik:
Posko Pengaduan Itjen: https://posko-pengaduan.itjen.kemendikdasmen.go.id
ULT Online: https://ult.kemendikdasmen.go.id
WA Hotline: +62 812-1804-0427
Email: pengaduan@kemendikdasmen.go.id
Dirjen Gogot menegaskan, “Setiap temuan pelanggaran harus segera ditindaklanjuti oleh dinas pendidikan daerah, inspektorat, dan aparat penegak hukum.”
Menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor):
Pasal 2 dan 3 UU Tipikor mengancam pelaku yang menyalahgunakan kewenangan hingga menyebabkan kerugian negara,
dengan hukuman penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
Pasal 7 dan 8 menjerat pihak yang mengetahui namun membiarkan tindak korupsi terjadi.
Artinya, jika ada kepala sekolah, guru, atau anggota P2SP yang tahu dan diam, mereka tetap dapat dipidana.
Ketidaktahuan hukum tidak bisa dijadikan alasan.
Sebagaimana seorang pengendara tanpa SIM tetap dipenjara jika menabrak orang,
P2SP tanpa kompetensi juga tetap harus bertanggung jawab jika merugikan negara.
Media gabungan menyerukan agar Dinas Pendidikan Kabupaten Kampar, Inspektorat Daerah, dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan melakukan audit menyeluruh — baik fisik bangunan maupun administrasi keuangan.
Dana publik Rp2,651 miliar bukan angka kecil.
Setiap rupiah harus dapat dipertanggungjawabkan, bukan ditutupi oleh cat baru di atas kayu bekas.
Investigasi ini membongkar kenyataan pahit di balik papan proyek bertuliskan “Revitalisasi Sekolah.”
Ada kayu bekas yang dicat ulang, pengawas tanpa kompetensi, guru arogan, kepala sekolah menghilang, dan miliaran rupiah yang tak jelas arah penggunaannya.
Kini muncul fakta baru — tumpukan material proyek di rumah RT dan jejak masa lalunya yang bermasalah.
Sebuah potret nyata bahwa penyelewengan dana pendidikan bisa terjadi bukan di luar sistem, melainkan dari dalam ruang kelas itu sendiri.*******
Komentar Via Facebook :