Jerigen Kuasai SPBU 14.293.6112 Dugaan Pungli dan Permainan Surat Rekomendasi di Simpang PT KAT Inhu: BBM Subsidi Jadi Ladang Untung Sepihak!
PANGKALAN KASAI, INHU —
Sore itu, Jumat 24 Oktober 2025 pukul 16.30 WIB, suasana di SPBU Nomor 14.293.6112, yang terletak di Simpang PT KAT, Kelurahan Pangkalan Kasai, Kecamatan Seberida, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, tampak tidak seperti biasanya.
Tak terlihat antrean masyarakat umum, tak ada kendaraan pribadi atau nelayan kecil. Yang ada hanyalah deretan mobil pick up L300 membawa puluhan jerigen besar keluar-masuk area pengisian bahan bakar. Dari pantauan tim media ini, SPBU itu sepenuhnya dikuasai oleh aktivitas jerigen, seolah menjadi terminal khusus bagi “pemburu subsidi.”
Informasi di lapangan menyebutkan, para pelaku berbekal surat rekomendasi dari dinas terkait—seperti Dinas Perikanan, Dinas Pertanian, atau Koperasi dan UKM—namun fungsi surat itu diduga hanya sebagai formalitas untuk memuluskan transaksi dalam jumlah besar.
Kenyataannya, BBM bersubsidi itu tidak langsung digunakan untuk kebutuhan usaha, melainkan diedarkan kembali ke wilayah lain dengan mengambil keuntungan berlapis.
Lebih parahnya, terindikasi kuat adanya praktik pungutan liar (pungli) di area SPBU tersebut.
Sumber internal menyebut, setiap jerigen yang diisi diduga disertai “uang retribusi” tak resmi, sebagai “pelicin” agar bisa dilayani tanpa antre, tanpa batasan, dan tanpa pengawasan.
Praktik seperti ini jelas melanggar aturan subsidi, karena BBM bersubsidi dilarang dikenai pungutan tambahan dalam bentuk apa pun.
Dari hasil investigasi, terlihat jelas pola saling menguntungkan antara pihak-pihak yang terlibat:
SPBU mendapat keuntungan dari volume penjualan besar,
para pengepul memperoleh margin tinggi dari penjualan ulang,
sementara masyarakat kecil yang seharusnya menjadi penerima manfaat subsidi justru tersingkir dari antrean dan kehabisan stok.
Aktivitas ini menjadi cerminan nyata betapa subsidi yang diperjuangkan untuk rakyat kecil justru diselewengkan menjadi ladang pungli dan bisnis terselubung.
Jika praktik terang-terangan seperti ini bisa terjadi di siang bolong tanpa tindakan, publik berhak curiga:
Apakah Pertamina dan BPH Migas tidak mengetahui pola ini, atau memilih diam karena ada yang diuntungkan?
Dan di mana peran penegak hukum di wilayah Seberida ketika pungli terhadap BBM subsidi berlangsung terbuka seperti pasar bebas?
Ini bukan lagi pelanggaran administratif, tetapi dugaan tindak pidana ekonomi yang merugikan negara dan masyarakat luas.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), Pasal 55 menyatakan:
> “Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).”
Selain itu, ketentuan dalam KUHP juga dapat diterapkan terhadap pihak-pihak yang menerima retribusi liar atau memfasilitasi pelanggaran:
Pasal 415 dan 416 KUHP: Tentang pungutan liar dan penyalahgunaan jabatan.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP: Tentang pihak yang turut serta atau membantu tindak pidana.
Pasal 378 KUHP: Tentang penipuan, bila surat rekomendasi digunakan tidak sesuai peruntukan.
Fakta di lapangan menegaskan, subsidi negara untuk rakyat kecil justru dikeruk oleh kelompok tertentu melalui sistem pungli yang rapi dan berulang.
Setiap jerigen di SPBU 14.293.6112 menjadi simbol bagaimana pengawasan lemah membuka celah bagi mafia kecil yang tumbuh di bawah hidung aparat.
Apabila tidak segera disikapi, SPBU ini bisa menjadi preseden buruk bagi seluruh Riau, di mana jerigen dan surat rekomendasi palsu menjadi senjata legalitas baru dalam permainan BBM subsidi.
(RED)


Komentar Via Facebook :